Mentari mulai menampakkan cahayanya di ufuk timur. Burung-burung
mulai berkicauan dan para manusia mulai bergegas melakukan aktivitasnya
sehari-hari. Seperti seorang pemuda yang sudah siap untuk bekerja di
kantornya. Ia nampak tampan sekali dengan setelan jas-celana hitam dan
kemeja putihnya serta dasi bergaris coklat dan putih. Pemuda itu bernama
Cakka Kawekas Nuraga. Untuk ukuran direktur di sebuah perusahaan Nuraga
Corp, ia tergolong masih muda untuk memegang jabatan itu. Usianya masih
23 tahun. Namun berkat kerja kerasnya ia dengan mudahnya memegang
jabatan itu.
Di pagi yang masih sejuk itu, ia
sudah mengendarai mobilnya Alphardnya menuju kantornya yang lumayan jauh
dari rumahnya. Ia memang memiliki rumah sendiri bersama istrinya yang
bernama Nadya Almira Putri. Namun istrinya adalah seorang model terkenal
di ibu kota –Jakarta- dan jarang sekali berada di rumah. Selain menjadi
model, ia juga memiliki profesi presenter yang biasanya berjalan-jalan
ke luar negeri. Sehingga, sangat jarang ia bertemu dengan Cakka.
Terkadang Cakka sampai kesal sendiri pada istrinya itu. Dan sampai saat
ini kedua orang tua Cakka tidak menyetujui pernikahan itu. Alasannya
karena wanita karier di dunia entertaiment itu tidak akan pernah bisa
melayani suaminya karena terlalu sibuk dengan dunianya. Kini Cakka
menyesal telah menikah dengan Nadya. Beruntung kedua orang tua Cakka
masih mau mempekerjakan Cakka di Nuraga Corp –Perusahaan milik ayah
Cakka- meskipun Cakka tidak diperbolehkan untuk meminta sedikitpun
fasilitas untuk kelangsungan hidupnya.
Setelah
menempuh perjalanan selama 20 menit, Cakka pun sampai di kantornya. Ia
memarkirkan mobilnya setelah itu ia segera keluar dari mobilnya dengan
wajah angkuhnya. Kemudian ia melangkah dengan santai memasuki kantor
Nuraga Corp itu. Ia disambut oleh sapaan dari beberapa pekerja
bawahannya dengan sopan. Cakka hanya membalasnya dengan senyum tipisnya
tanpa menghilangkan wajah dinginnya. Ia terus melangkah menuju lift yang
akan mengantarkannya pada ruang kerjanya. Sesampai di ruang kerja,
Cakka duduk di kursinya dan mulai mengecheck beberapa berkas-berkas
penting.
Selang beberapa menit, tiba-tiba
seseorang mengetuk pintu ruangannya. Cakka menoleh ke arah pintu
ruangannya dan terdiam sesaat sebelum mempersilakannya masuk.
“Masuk,”
Terlihat
pintu ruangannya terbuka dan muncul lah seseorang yang tak asing bagi
Cakka. “Permisi,” ucap seseorang itu, lebih tepatnya seorang gadis.
“Hn,”
“Maaf
pak, saya sekretaris baru bapak, sebelumnya saya sudah direkomendasikan
oleh ayah bapak untuk menjadi sekretaris bapak,” ucap gadis itu.
“Oh, maaf saya kurang suka dipanggil bapak, kau tinggal mengucapkan anda saja,” ucap Cakka.
“Gomen, eh maksud saya maaf,” ucap gadis itu sambil menundukkan kepalanya.
“Tidak apa,” balas Cakka.
“Terima kasih,” kata gadis itu sambil tersenyum.
DEG..
Hati Cakka berdesir melihat senyum itu. Rasanya tak asing senyum itu
dalam penglihatannya. Sepertinya Cakka pernah melihat gadis itu namun
entah dimana. Gadis berambut panjang sepunggung dan memiliki mata sipit
itu mengingatkan Cakka pada seseorang.
“Ehm, saya mengerti, tadi
malam ayah saya sudah membicarakannya,” ujar Cakka. “Oh ya, ini ada
beberapa tugas yang harus kau selesaikan hari ini, tolong salin
berkas-berkas itu,” lanjut Cakka kemudian memberikan beberapa berkas
pada gadis yang belum diketahui namanya itu. Gadis itu pun menerimanya.
“Oh ya, sepertinya kau lupa memperkenalkan diri, siapa namamu?” tanya Cakka. Gadis itu tampak mengulurkan tangannya.
“Gommennasai, Saya Oik Cahya Ramadlani,” ucap gadis itu yang ternyata bernama Oik. Cakka membalas uluran tangannya.
“Saya
Cakka Kawekas Nuraga, mohon kerja samanya,” sahut Cakka. Oik kembali
tersenyum dan sukses membuat Cakka mengingat seseorang yang tak asing
baginya. Keduanya pun saling melepaskan jabatan tangan mereka.
“Tunggu, rasanya kita pernah bertemu, dimana ya?” tanya Cakka sembari mengingat-ingat kejadian di masa lampau.
“Yah, memang benar, saya adalah cinta pertama anda,”
DEG..
Hati Cakka seperti tertimpa beton. Kini Cakka baru ingat, gadis itu
memang cinta pertama Cakka saat duduk bangku di SMP. Cakka pernah
menyukainya namun sayangnya gadis itu menolak untuk menjadi kekasihnya.
Semenjak saat itu, Cakka menjadi dingin pada semua orang. Dan pada suatu
ketika, ia bertemu dengan Nadya. Gadis cantik yang bisa memikat hati
Cakka. Dan bisa membuat Cakka melupakan Oik, cinta pertamanya.
“Permisi,
saya keluar dulu,” pamit Oik kemudian membalikkan tubuhnya. Cakka hanya
diam sambil menatap Oik yang perlahan melangkah keluar dari ruangannya.
Sungguh Cakka tak pernah menyangka ia akan kembali lagi.
.
.
.
.
Saat ini adalah jam makan siang. Biasanya Cakka akan makan siang
ditemani dengan Agni -sekretarisnya yang lama-, namun karena
sekretarisnya sudah digantikan oleh Oik, jadilah ia makan siang dengan
Oik dan juga rekan kerjanya yang lain. Ternyata Oik bisa menyesuaikan
diri dengan baik di kantor itu. Buktinya ia sudah akrab dengan Alvin,
wakil direktur di Nuraga Corp sekaligus adalah sepupu Cakka. Melihat
itu, entah mengapa rahang Cakka mengeras. Rasanya ia tak rela melihat
Oik akrab dengan sepupunya itu.
“Oik, bagaimana SMA dan kuliahmu
selama di Jepang? Pasti sangat menyenangkan ya?” terdengar percakapan
antara Alvin dan Oik seusai makan siang.
“Ya begitulah vin, di
sana aku banyak belajar bahasa Jepang, dan aku juga sering sekali
bertemu dengan artis-artis papan atas Jepang, seperti Hey Say Jump!”
cerita Oik dengan ceria. Alvin tersenyum menanggapinya.
“Wah pasti sangat menyenangkan,” kata Alvin sambil tersenyum lebar.
“Iya,
hehe...” cengir Oik. Cakka yang sedari tadi menatap mereka hanya bisa
terdiam sambil mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
“Ehm,
sebaiknya kita cepat-cepat ke ruangan masing-masing, masih banyak
pekerjaan yang harus diselesaikan,” ujar Cakka dingin. Alvin, Oik, dan
rekan yang lain pun bergegas menuju ruangan masing-masing. Cakka sendiri
sudah mendahului mereka.
Setibanya di ruang
kerja, Cakka segera duduk di kursinya dan menghela nafasnya yang seakan
terasa berat. Ia mencoba merilekskan tubuhnya yang sedari tadi menegang
karena melihat keakraban Alvin dan Oik. Entah mengapa nafasnya begitu
sesak melihat keduanya bisa seakrab itu. Padahal sepertinya mereka baru
saja saling kenal. Ia sepertinya melupakan Nadya yang notabenenya adalah
istrinya itu. Meskipun Nadya berhasil membuat Cakka melupakan Oik,
namun ternyata ketika Cakka dihadapkan pada gadis yang masih memiliki
ruang kecil di hatinya itu, tubuhnya langsung melemas. Hati kecilnya
berkata masih ingin memilikiinya.
“HAAAHH!” tiba-tiba Cakka berteriak mencoba melepaskan rasa sesak di dadanya.
“Mengapa aku menjadi seperti ini, Tuhan, apakah aku masih mencintainya?”
.
.
.
.
Malam itu Cakka sudah bersiap untuk pulang ke rumahnya. Ia sudah di
dalam mobil, kemudian ia pun menyalakan mesin mobilnya dan melajukan
mobilnya perlahan. Namun ketika ia melewati gerbang, ia melihat seorang
gadis yang sedang berdiri di pinggir gerbang. Merasa kenal dengan gadis
itu, Cakka menghentikan laju mobilnya dan membuka jendela mobilnya.
“Oik, mau ikut denganku?” tawar Cakka. Gadis itu –Oik- menoleh ke arah Cakka dan melemparkan senyum manisnya.
“Terima kasih, tidak usah,” tolak Oik halus.
“Oh
ayolah, aku tahu kau pasti menunggu taksi, aku tak akan keberatan jika
aku mengantarmu pulang,” rajuk Cakka. Oik nampak menimang-nimang
perkataan Cakka.
“Hm, baiklah... Kalau itu maumu,” kata Oik
kemudian masuk ke dalam mobil Cakka dan duduk di samping Cakka. Lalu
menutup pintu mobilnya. Cakka pun tersenyum senang. Setelahnya, Cakka
segera melajukan mobilnya kembali.
.
.
.
.
Seusai mengantarkan Oik, Cakka bergegas pulang ke rumahnya. Ternyata
rumah Oik tak jauh dari kompleks rumahnya. Hanya selisih beberapa blok
saja. Dalam waktu 5 menit, Cakka sudah sampai di halaman rumahnya. Ia
melajukan mobilnya dengan perlahan menuju garasi mobilnya. Kemudian ia
pun menghentikan laju mobilnya dan mematikan mesin mobilnya. Mencabut
kunci mobilnya dan segera keluar dari mobilnya. Setelahnya ia menyalakan
alarm mobilnya, kemudian ia langsung masuk ke dalam rumahnya. Tentu
saja pembantunya yang membukakan pintunya.
Ketika
ia baru saja memasuki ruang tamu, ia disambut oleh Nadya, istrinya.
Namun wajah Cakka sama sekali tak menunjukkan kesenangan. Bahkan
wajahnya tetap saja cuek dan dingin.
“Kau di rumah rupanya,” komentar Cakka begitu Nadya mendekatinya dan memeluknya. Cakka pun membalas pelukan istrinya.
“I miss you so much, darling,” ucap Nadya sambil mengecup singkat bibir Cakka.
“Yeah, I miss you too,” balas Cakka datar.
“Oh darling, what’s going on? You look so-“
“What? I’m so tired and I want to go to bed...” potong Cakka kemudian pergi meninggalkan Nadya yang menatapnya heran.
“Ada
apa sih dengan Cakka? Bukannya senang aku ada di rumah, malah acuh tak
acuh seperti itu,” gerutu Nadya dalam hati. Lalu ia pun segera mengikuti
Cakka.
.
.
.
.
Semenjak
Oik bekerja menjadi sekretaris Cakka, mereka menjadi dekat. Namun Cakka
sempat mengancam Alvin agar tak mendekati Oik lagi, karena kalau sampai
berani mendekati Oik, Cakka akan memecatnya. Alvin langsung menurut,
karena ia tak mau jabatannya hilang hanya karena seorang gadis. Lagipula
Alvin juga sudah mengincar seseorang sebelum Oik datang, yaitu Zevana.
Gadis berbehel yang bekerja sebagai bendahara di perusahaan Nuraga Corp
itu.
Awalnya Oik selalu menghindari Cakka jika
Cakka mendekatinya karena ia tahu Cakka sudah memiliki seorang istri.
Namun Cakka selalu mengatakan, ‘Tenang saja, di dalam ruanganku tak
akan pernah ada yang berani masuk jika belum ku beri izin, kita akan
lebih leluasa untuk berdua,’
Oik
mengerti, Cakka masih mencintainya. Begitu pula sebaliknya. Namun Oik
sangat merasa bersalah jika ia harus menjadi selingkuhan Cakka. Apalagi,
profesi Oik dengan Nadya amat sangat berbanding terbalik. Begitu pula
penampilannya. Nadya cenderung lebih fashionista dan wajahnya sangat
menggoda iman. Terlebih badannya yang proporsional. Tinggi, putih,
cantik, dan berwawasan luas. Siapa yang tidak mau dengan wanita
sesempurna itu?
Berbeda sekali dengan Oik. Ia
hanya seorang gadis yang mungil, putih, namun ia memiliki wajah yang
menarik. Matanya yang indah dan wajahnya yang polos membuat orang gemas
padanya. Oik sama sekali tak pernah merasa setara dengan Nadya. Ia
selalu merendahkan hati jika dibanding-bandingkan dengan Nadya oleh
Cakka. Dan itulah yang disukai oleh Cakka.
..........
Sore itu Cakka dan Oik masih berkutat di dalam ruangan Cakka. Keduanya
tampak sibuk mengerjakan tugas mereka. Setelah 30 menit berlalu, Cakka
nampak kelelahan. Ia meminta istirahat sebentar begitu juga dengan Oik.
Mereka pun duduk di sofa ruang kerja Cakka. Kemudian mereka meneguk
secangkir kopi susu hangat yang tersedia di atas meja yang terletak di
depan sofa.
“Benar-benar melelahkan yah,” ujar Oik mencoba membuka pembicaraan.
“Yah, seperti itulah pekerjaan kita,” sahut Cakka. Oik hanya tersenyum tipis.
“Ik,” panggil Cakka. Oik pun menoleh.
“Ya,” sahut Oik pelan.
“Apa kau tahu, bagaimana perasaanku dulu ketika kau menolakku?” tanya Cakka. Oik hanya terdiam.
“Hatiku sangat sakit, kupikir kau juga menyukaiku, tapi ternyata...”
“Kau tak mengerti alasanku menolakmu,” potong Oik kemudian.
“Apa?” tanya Cakka penasaran.
“alasanku
mengapa aku menolakmu waktu itu karena aku akan pergi ke Jepang pada
saat SMA, jadi kuputuskan untuk menolakmu, karena jika kuterima,
hubungan kita akan hancur ketika aku harus pergi ke Jepang,” jelas Oik.
Cakka tertegun sejenak.
TOK TOK TOK
Terdengar suara ketukan pintu ruangan itu. Cakka dan Oik pun membenahi
posisi mereka. Oik segera berdiri dan kembali mendekati laptopnya.
Sementara Cakka masih duduk dengan tenang.
“Masuk,” perintah
Cakka. Sesaat kemudian seorang wanita masuk ke dalam ruangan itu. Wanita
dengan tubuh langsingnya dan pakaian modisnya membuat setiap orang akan
terpana padanya. Termasuk Oik, namun ternyata Cakka hanya menatapnya
datar. Mungkin karena terlalu sering melihatnya menggunakan pakaian yang
modis seperti itu.
“Hai sayang,” sapa wanita itu mesra sambil mendekati Cakka lalu memeluknya. Kemudian ia duduk di samping Cakka.
“Hai juga sayang,” Cakka menyapa balik meski terdengar sangat terpaksa.
“Siapa dia?” tanya wanita itu, Nadya, sambil mengedik ke arah Oik.
“Oik, sekretaris baru,” jawab Cakka singkat.
“Oh,
dia tidak kegenitan seperti sekretarismu yang dulu kan? Yang bernama
Shilla itu?” tanya Nadya sambil menatap Oik sedikit tak suka.
“Tentu saja tidak, dia gadis yang baik dan tenang,” jawab Cakka dan Nadya tak sadar bahwa Cakka memuji Oik.
“Oh baguslah, sayang, pulang yuk, sudah lama kita tidak melakukan per-“
“Aku
masih sibuk, lebih baik kau pulang daripada kau menggangguku dan akan
mengulur waktuku untuk menyelesaikan pekerjaanku,” kata Cakka sambil
beranjak dari duduknya dan mendekati mejanya. Nadya langsung memasang
wajah masamnya.
“Akhir-akhir ini kau terlihat sangat aneh, apa kau tidak mencintaiku lagi?” tanya Nadya terang-terangan.
DEG...
Cakka dan juga Oik kaget mendengarnya. Cakka berdecak kesal mengapa
harus menanyakan itu di depan Oik. Cakka bingung harus menjawab apa.
Sejujurnya ia masih mencintai Nadya namun hati kecilnya terus berkata
bahwa Oik masih bertahta di dalam hatinya.
“Hhh... Kau ini frontal
ya, sudah pulang saja, kalau kau cepat pulang, maka aku juga akan cepat
pulang, tunggu aku di rumah saja,” ucap Cakka dingin. Nadya memanyunkan
bibirnya.
“Baiklah, aku pulang, awas saja kalau kau, berani
selingkuh,” ancam Nadya kemudian keluar dari ruangan itu. Cakka langsung
menghela nafas lega.
“Tak seharusnya kau mengusirnya,” celetuk Oik kemudian. Cakka sedikit terkejut mendengar teguran Oik.
“Tapi aku benar-benar tak ingin bertemu dengannya, lebih tepatnya, aku bosan bertemu dengannya,” sangkal Cakka.
“Kenapa? Bukannya dia adalah istrimu? Seharusnya kau beruntung memiliki istri yang sempurna seperti dia,” ujar Oik.
“Ya memang, awalnya aku merasa sangat beruntung, tapi ternyata, aku rasa akan lebih beruntung jika aku menunggumu,” ucap Cakka.
DEG..
Jantung Oik serasa seperti berhenti. Tangannya yang sedari tadi
mengetik pun ikut berhenti. Ia berpikir sejenak. Apa maksudnya?
“Aku
akan merasa sangat beruntung jika aku terus menunggumu kembali ke
Indonesia dan menikah denganku,” jelas Cakka yang membuat Oik terkejut.
Ia tak dapat berkata-kata. Rasanya ia ingin kembali ke masa lalu untuk
menyatakan bahwa ‘aku juga mencintaimu dan tunggulah aku jika kau
benar-benar mencintaiku’. Namun itu sangatlah mustahil, waktu tidak
dapat diputar kembali.
“Tapi... semua sudah terjadi, kita tak mungkin akan bersatu,” sela Oik.
“Bisa,” sanggah Cakka. “Aku akan menceraikan Nadya dan menikah denganmu,” lanjutnya.
“Tidak,
jangan kau lakukan itu, aku tak mau diperolok olehnya dan kau tahu
sendiri dia adalah entertainer, aku tak mau dibawa-bawa dalam masalah
seperti itu,” sergah Oik.
“Lalu apa yang harus kulakukan? Aku
menyesal telah menikah dengannya, harusnya aku menuruti perkataan orang
tuaku dulu,” Cakka mengacak rambutnya.
“Biarkan waktu yang akan menjawab,” kata Oik kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya.
Cakka hanya bisa menatap kosong ke depan. Ia bingung harus bagaimana
menghadapinya. Rasanya cinta yang ia simpan untuk Nadya kini telah
beralih pada Oik. Cinta pertamanya yang berhasil ia lupakan namun
ternyata perasaan itu masih ada untuknya. Cakka hanya bisa berdoa agar
mendapat petunjuk dari Yang Maha Kuasa.
.
.
.
.
JEDER
Sebuah insiden yang sangat tak terduga terjadi pada diri Oik dalam
beberapa jam. Insiden itu sangat berdampak buruk pada dirinya dan juga
hubungan antara Cakka dengan Nadya. Ya, keesokkan malam setelah Nadya
mengunjungi Cakka di kantornya, Cakka melakukan hubungan terlarang
dengan Oik. Pikiran Cakka ketika itu memang sedang tidak jernih. Ia
bingung harus bagaimana lagi menghadapi masalahnya.
Oik sendiri merasa sangat kecewa pada Cakka. Ia malu, malu pada Tuhan,
kedua orang tua, keluarganya, dan dirinya sendiri. Ia merasa sangat
terhina, merasa sudah tak pantas untuk hidup di dunia ini. Namun tak
dapat ia pungkiri, kejadian malam itu benar-benar membuatnya melayang
bagaikan berada di surga.
FLASHBACK--
Malam
itu, Oik dan Cakka masih berada di ruangan Cakka. Mereka masih mengurus
pekerjaan mereka yang tak kunjung kelar. Sampai akhirnya Cakka memilih
untuk beristirahat sebentar. Sementara Oik tetap melanjutkan
pekerjaannya. Membenahi kertas-kertas yang berantakan di meja Cakka.
Setelah merasa cukup, Cakka pun berdiri. Sebelum ia mendekatinya, ia
menatap Oik dari belakang dengan tatapan sendu.
“Maafkan aku, aku harus melakukan ini padamu, karena hanya dengan cara ini, kau bisa menjadi milikku,” lirih Cakka.
Cakka mulai bergerak mendekati Oik. Terus mendekat dan ia pun memeluk
Oik dari belakang. Oik sempat kaget namun ia mencoba untuk melepaskan
tangan Cakka.
“Cakka, tolong lepaskan, aku tak mau disebut sebagai orang ketiga, ingat, kau sudah memiliki istri,” ucap Oik.
“Tidak,
aku tidak akan melepaskanmu, karena aku mencintaimu, tidak, aku masih
mencintaimu,” ucap Cakka sambil menghirup aroma wangi yang menguar dari
tubuh Oik. Ia mulai menciumi bahu Oik.
“Cakka lepaskan,”
seru Oik tertahan. Bulu kuduknya mulai berdiri, pipinya mulai menghangat
dan perutnya tergelitik. Cakka terus melakukan kegiatannya tanpa
menghiraukan penolakan dari Oik.
“Oik, tolong, jujur saja padaku, kau mencintaiku kan?” tanya Cakka.
“....”
“Kumohon katakanlah,” kata Cakka.
“Baiklah, yah... Aku memang mencintaimu,” ucap Oik.
“Benarkah?” tanya Cakka.
“Yah begitulah,” jawab Oik dengan wajah yang bersemu merah.
“Oik,”
panggil Cakka sambil membalikkan tubuh Oik agar menghadap
padanya.”Tataplah mataku,” perintah Cakka. Oik pun menatap mata Cakka
yang semakin lama semakin menghipnotis.
“Aku
mencintaimu,” ucap Cakka kemudian dengan perlahan mendekatkan bibirnya
ke arah bibir Oik. Semakin dekat dan akhirnya kedua bibir itu menempel.
Cakka pun mengecup bibir Oik dengan sangat lembut. Keduanya mulai
memejamkan mata masing-masing. Kemudian Cakka menggerakkan tangannya
untuk melingkari pinggang ramping Oik sedangkan Oik melingkarkan
tangannya di leher Cakka. Lama-kelamaan ciuman lembut itu berubah
menjadi semakin liar. Cakka menjilat bibir Oik meminta izin untuk akses
masuk. Oik pun akhirnya membuka sedikit bibirnya dan kesempatan itu
langsung diambil oleh Cakka. Ia segera memasukkan lidahnya ke dalam
rongga mulut Oik. Lidah itu mulai mengacak isi mulut Oik hingga saliva
mereka turun melewati dagu masing-masing. Kedua lidah itu saling
bertarung di dalam sana.
“Emmphh...” desah Oik di dalam
ciuman. Ia merasa membutuhkan pasokan oksigen. Cakka yang mengerti pun
akhirnya melepaskannya dan membiarkan bernafas sejenak sambil saling
bertatapan.
“Kau jago juga,” komentar Cakka yang membuat wajah Oik memerah.
Tanpa aba-aba Cakka kembali mencium bibir Oik lagi. Kali ini tak ada
french kiss, Cakka memang sengaja mencium Oik dengan penuh perasaan agar
gadis itu terbawa ke dalam suasana. Cakka menuntun Oik ke sofa sambil
terus melakukan aktivitasnya. Cakka bergerak maju sementara Oik mundur.
Dan akhirnya Cakka berhasil membuat Oik jatuh di sofa dengan Cakka yang
menindihinya. Perlahan namun pasti, tangan nakal Cakka mulai menyusup ke
balik kemeja Oik. Kemudian ia melepaskan pengait bra yang Oik kenakan.
Setelahnya, ia mulai membuka satu persatu kancing baju kemeja Oik.
Merasa tak sabar, Cakka pun segera melucuti semua pakaian Oik dan juga
dirinya. Sampai tak ada sehelai benang pun yang menempel pada tubuh
mereka. Cakka mulai melakukan permainannya. Ia mengawalinya dengan
mengecup telinga Oik dan menggigitnya serta menjilatnya sampai gadis itu
mengerang namun bagi Cakka itu adalah desahan yang indah.
“Nghhh~”
Cakka beralih ke mata Oik, hidungnya, pipinya, bibirnya, lalu kemudian
leher jenjangnya. Cakka mulai mengecup leher Oik, menghisapnya beberapa
saat dan menjilatnya sampai membekas tanda merah di sana. Lalu mulai
turun lagi ke dada mulusnya yang sangat menggoda. Ia mencium sebelah
kirinya sementara tangan kanannya bergerak untuk memegang sebelah
kanannya lalu kemudian mulai meremasnya.
“Ahhh-” Oik mendesah tertahan kemudian menggigit bibirnya berusaha agar desahan itu tak keluar dari mulutnya.
Setelah merasa puas, Cakka pun menciumi bagian tubuh Oik dari perut
sampai ujung kakinya. Kemudian Cakka mulai melakukan permainan intinya.
“Kau sudah basah rupanya,” kata Cakka sambil menyeringai. Dan ia pun segera melakukan aksinya.
“AAAAAAAAAAAHHHHH”
Oik begitu kesakitan merasakan sensasinya. Namun Cakka berusaha untuk
tidak menyakitinya. Dengan perlahan ia melakukannya dan setelah Oik
merasa nyaman, ia mempercepat gerakannya.
“Sabar sayang, kau sudah rasakan kenikmatannya kan,” bisik Cakka menggoda.
“Ta- pi...tetaaap...sajaaahh...sakittt...Cakkkaaahh...” kata Oik sambil berusaha mengatur nafasnya.
“Oohh....Aaaahhh...Cakkaaahh....” desah Oik bagaikan lagu indah di telinga Cakka.
“Teruskan
Oik, panggil namaku,” bisik Cakka. Meski desahan itu terus saja Oik
tahan, namun tetap saja meluncur dari mulutnya. Bahkan terdengar sangat
indah setelah ia tahan beberapa menit.
“Uuhhh...Ohhh... Aahhh...Cakkaaaahh,...Nuragaaa...Heenntiikkaaannhh...” desah Oik terus menerus hingga membuat Cakka melayang.
Kedua insan itu terus saja melakukan kegiatan mereka. Baginya, itu
adalah kenikmatan duniawi. Meskipun itu akan sangat berdampak buruk bagi
mereka. Bahkan Tuhan tak akan mengampuni mereka jika mereka tak segera
bertaubat.
.
.
.
.
Selang
beberapa hari setelah insiden itu, Cakka menggugat cerai Nadya. Awalnya
Nadya menolak karena ia masih mencintai Cakka. Tetapi Cakka tidak
bodoh, ia mendapat informasi dari beberapa mata-mata yang ia tugaskan
untuk mengintai Nadya, Nadya sering berduaan dengan lelaki lain. Bahkan
sempat melakukan ciuman mesra. Nadya mengakui, dan ia meminta maaf pada
Cakka. Namun Cakka tak peduli, ia tetap menggugat cerai Nadya. Kedua
orang tua Cakka tentu saja sangat setuju. Berbeda dengan kedua orang tua
Nadya yang nampaknya sedikit tidak rela.
Setelah
beberapa kali sidang, akhirnya Cakka telah resmi bercerai dengan Nadya.
Selesai melaksanakan sidang yang terakhir, Cakka segera tancap gas
menuju kantornya. Selain tak suka ditanya macam-macam oleh wartawan,
pekerjaannya juga sudah menanti. Sementara Nadya masih sibuk
diwawancarai beberapa wartawan.
Sesampai di
kantornya, Cakka bergegas masuk ke dalam ruangannya. Sebelumnya ia
mencari Oik, namun ternyata gadis itu tak berangkat. Ia bertanya pada
salah satu recepsionist katanya Oik sakit. Cakka pun akhirnya meminta
Alvin untuk menggantikannya pada saat meeting sore ini. karena ia harus
segera menjenguk Oik.
.......
Pukul 15.30
WIB, Cakka sudah berada dalam perjalanan menuju rumah Oik. Ada perasaan
tak enak yang menyelimutinya. Ketika sampai di depan rumah Oik, ia
segera turun dari mobilnya dan masuk ke dalam pelataran rumah Oik. Ia
segera mengetuk pintu rumah Oik. Tak lama kemudian, terdengar suara
pintu dibukakan oleh seseorang. Nampak seorang wanita paruh baya yang
hampir mirip dengan Oik, sepertinya ibunya.
“Maaf bu, apa Oik ada di rumah?” tanya Cakka sopan.
“Oh
ya, ada, ia sedang sakit, mari masuk,” wanita paruh baya itu
mempersilakan Cakka masuk ke dalam rumahnya dan menuntun Cakka menuju
kamar Oik. Sesampainya di sana, nampak Oik sedang terbaring dengan wajah
pucatnya. Ia nampak tertidur.
“Oh ya, apakah kamu direktur di Nuraga Corp?” tanya wanita paruh baya itu.
“Iya benar, dan saya juga kekasih Oik,” aku Cakka.
“Oh, begitu, saya adalah ibunya, ayahnya masih berada di Jepang,” jelas wanita paruh baya itu yang benar adalah ibu dari Oik.
“Oh begitu, maaf bu sebelumnya, sebenarnya Oik sakit apa?” tanya Cakka.
“Ibu
sendiri juga kurang mengerti, kemarin tubuhnya lemas dan suhu badannya
terasa sangat dingin,” jelas ibu Oik. “Ibu sudah menyuruhnya untuk
periksa ke dokter namun ia menolaknya,” lanjutnya.
“Baiklah kalau begitu, saya pamit dulu bu, Oh ya, mungkin kalau Oik sudah sembuh, saya akan segera melamarnya,” ujar Cakka.
“Oh baiklah nak, ibu merestui hubungan kalian,” kata Ibu Oik sambil tersenyum.
“Terima kasih bu,” sahut Cakka. “Saya pulang dulu bu,” pamit Cakka. Ibu Oik mengangguk. Kemudian Cakka pun berlalu.
.
.
.
.
Selang beberapa hari, akhirnya Oik sembuh dari sakitnya. Ketika Cakka
menanyakannya, Oik menjelaskan bahwa ia hanya demam saja. Ia terlalu
pusing memikirkan masalahnya. Cakka pun berusaha meminta maaf pada Oik
tentang insiden itu. Dan akhirnya Oik memaafkan meski berat
mengatakannya. Cakka pun menghela nafasnya lega.
Tanpa membuang waktu lagi, Cakka segera membicarakan rencana lamarannya
pada Oik kepada kedua orang tuanya. Tentu saja kedua orang tuanya sangat
setuju karena memang Ayah Cakka sudah lama kenal dengan Oik. Dan
lamaran itupun segera dilangsungkan.
.
.
.
.
Sekian minggu kemudian, Cakka memutuskan untuk menikah dengan Oik. Dan
pernikahan itu segera dipersiapkan selama kurang lebih 3 minggu. Cakka
mengundang banyak rekan-rekan kerjanya, juga Nadya, mantan istrinya yang
kini juga sudah menikah dengan seorang model juga, dan Oik juga
mengundang teman-temannya yang berada di Jepang.
Pesta pernikahan antara Oik dan Cakka pun hari ini dilangsungkan di
hotel setelah sebelumnya mengucapkan ikrar pernikahan di sebuah Masjid
ternama di Jakarta. Keduanya terlihat sangat bahagia. Begitu pula kedua
orang tua masing-masing. Dan ternyata Nadya datang bersama suami
barunya. Keduanya pun tampak bahagia. Sepertinya memang benar, Nadya
sudah lebih dulu selingkuh sebelum Cakka bertemu dengan Oik. Mereka
tampak mendekati Oik dan Cakka di atas podium dan mengucapkan selamat.
Meskipun ada rasa canggung, namun Cakka tetap terlihat tenang, dan
tentunya dingin. Berbeda dengan Oik yang menanggapinya dengan ramah.
Setelah pesta pernikahan itu berakhir, Cakka dan Oik segera masuk ke dalam kamar hotel yang sudah dibooking.
Kemudian mereka bergegas mengganti baju mereka dengan piyama setelah
sebelumnya mandi. Lalu mereka pun berbaring di atas ranjang.
“Akhirnya aku bisa menikah denganmu,” celetuk Cakka. Oik hanya tersenyum.
“Dan untungnya, kau tidak sampai hamil,” lanjutnya.
“Ya, tapi tetap saja aku merasa sangat hina,” lirih Oik. Cakka langsung mendekapnya.
“Maafkan
aku, aku berjanji akan bertaubat, aku tahu itu adalah perbuatan yang
sangat keji, aku tahu kita sangat berdosa, aku bersiap untuk menanggung
semua dosamu dan dosaku, tapi ketahuilah, itu semua karena aku ingin
memilikimu, seutuhnya…” sesal Cakka. Oik hanya menangis lirih.
“Aku mencintaimu,” ucap Cakka kemudian mengecup bibir Oik dengan lembut.
Akhirnya cinta mereka bisa bersatu. Meskipun harus menanggung dosa yang
berat, tapi itu semua sudah menjadi takdir. Dan mereka harus bisa
memperbaiki kesalahan itu. Mereka siap menyongsong hari baru untuk
memperbaiki hidup mereka demi kebahagiaan di masa
mendatang.
THE END!
perbuatan keji yang indah *eh
BalasHapushahaha
untung oik gg hamil...
hamil juga gpp kok *eh lagi